DEMOKRASI
Menurut etimologis, istilah demokrasi berasal dari bahasa yunani “democration” yang terdiri kata “demos” yang berarti rakyat dan “kratos” adalah pemerintahan, secara utuh democration mempunyai makna pemerintah rakyat, bentuk pemerintahan adanya partisipasi rakyat baik langsung maupun tidak langsung. Dalam perkembangannya demokrasi yang lebih populer dikemukakan oleh Abraham Lincoln presiden Amerika ke 16 pada tahun 1863 dalam bukunya ia menyempurnakan pengertian demokrasi sebagai suatu pemerintah dari, oleh dan untuk rakyat (government of people, bythe people, for the people). Negara yang menganut demokrasi dalam pengertian ini memiliki kekuasaan yang berada di tangan rakyat.
Pengertian demokrasi berdasarkan istilahnya dapat dilihat dari pendapat yang dikemukan oleh para ahli sebagai berikut:
- Menurut Joseph A. Schmeter, Demokrasi adalah suatu perencanaan institusional untuk mencapai keputusan politik dimana individu-individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan cara perjuangan kompetetif atas suara rakyat.
- Menurut Sidney Hook, demokrasi yaitu bentuk pemerintahan dimana keputusan-keputusan pemerintah yang penting secara langsung maupun tidak langsung didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa.
- Menurut Henry B. Mayo, demokrasi adalah sistem yang menunjukkan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.
- Menurut Affan Gaffar, demokrasi mempunyai dua makna, yaitu pemaknaan secara normatif (demokrasi normatif), yaitu demokrasi yang secara ideal hendak dilakukan oleh sebuah negara, dan demokrasi empirik yaitu demokrasi dalam perwujudannya pada dunia politik praktis.
Dari beberapa pengertian demokrasi di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa hakikat demokrasi mengandung tiga hal, yaitu:
a. Pemerintahan dari Rakyat (Government of the People
Pemerintahan dari rakyat berkaitan dengan pemerintahan yang sah dan diakui oleh rakyat. Pemerintahan yang sah dan diakui adalah pemerintahan yang mendapat pengakuan dan dukungan dari rakyat. Dengan legitimasi dari rakyat pemerintahan itu dapat menjalankan roda birokrasi dan mewujudkan program-programnya sesuai dengan aspirasi rakyat.
b. Pemerintahan oleh Rakyat (Government by People)
Pemerintahan oleh rakyat adalah pemerintahan yang mendapat kewenangan untuk menjalankan kekuasaannya atas nama rakyat bukan atas dorongan dan keinginannya sendiri. Di camping itu pemerintah berada di bawah pengawasan rakyat. Oleh sebab itu pemerintah harus tunduk pada kehendak rakyat. Pengawasan itu dapat dilakukan melalui lembaga perwakilan rakyat atau DPR baik secara langsung maupun tidak langsung.
c. Pemerintah untuk Rakyat (Government for the People)
Pemerintah untuk rakyat mengandung arti bahwa kekuasaan yang diberikan rakyat kepada pemerintah harus dijalankan untuk kepentingan rakyat. Kepentingan rakyat harus didahulukan dan diutamakan di atas kepentingan yang lainnya. Oleh sebab itu, pemerintah harus mendengarkan dan mengakomodir aspirasi rakyat dalam merumuskan dan menjalankan program-programnya.
A. Unsur-Unsur Pemerintahan yang Demokratis
Kekuasaan penguasa negara yang absolut, akan selalu menimbulkan pemerintahan yang otoriter, yaitu pemerintahan yang didasarkan kehendak sekelompok orang, sehingga menimbulkan kesewenangwenangan yang mengakibatkan penderitaan bagi rakyat.Untuk menghindari kekuasaan yang absolut, kekuasaan penguasa harus dibatasi oleh hukum. Ajaran inilah yang dinamakan Rule of Law (kedauiatan hukum) yaitu yang berdaulat dalam suatu negara adalah hukum. Dengan ajaran ini maka akan dapat menjauhkan diri dari tindakan yang sewenangwenang penguasa terhadap rakyat, dan sekaligus melindungi hak-hak rakyat. Suatu pemerintahan yang berpegang pada rule of lawharus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut.
a. Adanya supremasi hukum, yaitu hukum menempati posisi yang paling tinggi, di mana semua orang tunduk terhadap hukum.
b. Adanya perlakuan yang sama di depan hukum.
c. Adanya perlindungan terhadap hak asasi manusia.
Dilihat dari keterkaitan antarbadan atau organisasi negara dalam berhubungan, demokrasi dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu demokrasi dengan sistem parlemen, sistem pemisahan kekuasaan, dan sistem referandum.
a . Demokrasi dengan Sistem Parlemen
Dalam demokrasi dengan sistem parlemen ada hubungan yang erat antara badan eksekutif (pemerintah) dengan badan legislatif (badan perwakilan rakyat). Di sini tugas atau kekuasaan eksekutif diserahkan kepada suatu badan yang disebut kabinet atau dewan menteri. Menterimenteri, baik secara perorangan maupun secara bersamasama sebagai kabinet (dewan menteri), mempertanggungjawabkan segala kebijaksanaan pemerintahnya kepada parlemen (badan perwakilan rakyat). Apabila pertanggung jawaban menteri atau dewan menteri diterima oleh parlemen, kebijaksanaan tersebut dapat terus dilaksanakan dan dewan menteri tetap melaksanakan tugasnya sebagai menteri. Akan tetapi, apabila pertanggungjawaban menteri atau dewan menteri tersebut ditolak parlemen, parlemen dapat mengeluarkan suatu keputusan yang menyatakan tidak percaya (mosi tidak percaya) kepada menteri yang bersangkutan atau para menteri (kabinet). Jika hal itu terjadi, menteri atau para menteri tersebut mengundurkan diri. Peristiwa tersebut disebut krisis kabinet. Satu hal yang mungkin terjadi adalah apa yang diputuskan oleh parlemen berbeda dengan pendapat rakyat yang diwakilinya. Apabila hal ini terjadi berarti kehendak parlemen tidak mencerminkan kehendak rakyat yang diwakilinya. Dengan demikian, parlemen dianggap tidak bersifat representatif (mewakili). Sebagai perimbangan apabila terjadi penolakan pertanggungjawaban kabinet oleh parlemen, negara dapat membubarkan parlemen atau badan perwakilan rakyat. Untuk selanjutnya dibentuklah badan perwakilan rakyat yang baru. Sistem ini awalnya tumbuh di Inggris, kemudian diikuti oleh beberapa negara di Eropa Barat dan Indonesia. Di Indonesia, sistem parlemen diterapkan pada masa berlakunya UUD Sementara tahun 1950 yang biasa disingkat UUDS 1950. Dalam penerapannya, sistem parlemen memiliki kelebihan dan kelemahan.
1) Kelebihan Rakyat dapat menjalankan fungsi pengawasan dan peranannya dalam penyelenggaraan pemerintah negara.
2) Kelemahan Kedudukan badan eksekutif tidak stabil, selalu terancam adanya penghentian di tengah jalan karena adanya mosi tidak percaya dari badan perwakilan rakyat.
Sehingga terjadi krisis kabinet. Akibatnya, pemerintah tidak dapat menyelesaikan program-program yang telah disusunnya.
b. Demokrasi dengan Sistem Pemisahan Kekuasaan
Dalam sistem pemisahan kekuasaan, hubungan antara badan eksekutif dan badan legislatif dapat dikatakan tidak ada. Pemisahan yang tegas antara kekuasaan eksekutif (pemerintahan) dan legislatif (badan perwakilan rakyat) ini merupakan ajaran dari Montesquieu, yang dikenal dengan ajaran Trias Politika. Menurut ajaran Trias Politika, kekuasaan negara dibagi menjadi tiga kekuasaan yang satu sama lain terpisah dengan tegas. Kekuasaan yang dimaksud adalah sebagai berikut.
1) Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membuat Undang-Undang.
2) Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk menjalankan Undang-Undang.
3) Kekuasaan yudikatif, yaitu kekuasaan untuk mengadili.
Dalam sistem pemisahan kekuasaan, badan eksekutif (pemerintah) terdiri atas presiden sebagai kepala pemerintahan dan dibantu oleh menteri-menteri. Menteri-menteri yang memimpin departemen pemerintahan, diangkat oleh presiden dan hanya bertanggung jawab kepada presiden. Sistem seperti ini disebut sistem presidensial.
Contoh negara yang menggunakan demokrasi dengan sistem pemisahan kekuasaan adalah Amerika Serikat.
Sebagai sistem dalam demokrasi, sistem pemisahan kekuasaan juga memiliki kelebihan dan kelemahan.
1) Kelebihan Ada kestabilan pemerintah karena mereka tidak dapat dijatuhkan atau dibubarkan oleh badan perwakilan rakyat (parlemen). Oleh karena itu, pemerintahan dapat melaksanakan program-programnya dengan baik.
2) Kelemahan Dapat mendorong timbulnya pemusatan kekuasaan di tangan presiden.
c . Demokrasi dengan Sistem Referendum
Dalam demokrasi sistem referendum, tugas badan legislatif (badan perwakilan rakyat) selalu berada dalam pengawasan rakyat. Dalam hal ini, pengawasan dilaksanakan dalam bentuk referendum (pemungutan suara langsung oleh rakyat tanpa melalui badan legislatif). Sistem ini dibagi dalam dua kelompok, yaitu referendum obligatoire dan referendum fakultatif.
1) Referendum Obligatoire (Referendum yang Wajib) Referendum obligatoire adalah referendum yang menentukan berlakunya suatu Undang-Undang atau suatu peraturan. Artinya, suatu Undang-Undang baru dapat berlaku apabila mendapat persetujuan rakyat melalui referendum (pemungutan suara langsung oleh rakyat tanpa melalui badan perwakilan rakyat).
2) Referendum Fakultatif (Referendum yang Tidak Wajib) Referendum fakultatif adalah referendum yang menentukan apakah suatu Undang-Undang yang sedang berlaku dapat dipergunakan atau tidak, atau perlu ada tidaknya perubahan-perubahan.Demokrasi dengan sistem pengawasan oleh rakyat ini berlaku dalam sistem referendum juga memiliki kelebihan dan kelemahan.
1) Kelebihan Rakyat dilibatkan penuh dalam pembuatan Undang-Undang.
2) Kelemahan Tidak semua rakyat memiliki pengetahuan yang cukup terhadap Undang-Undang ang baik, dan pembuatan Undang-Undang menjadi lebih lambat.
C . Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia
Perkembangan demokrasi di Indonesia tidak terlepas dari sejarah perjuangan bangsa. Sebelum Indonesia merdeka, kehidupan yang demokratis sudah dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat dilihat dari lahirnya berbagai perkumpulan dan perserikatan, seperti Budi Utomo, Serikat Islam, perkumpulan keagamaan (NU dan Muhammadiyah), perkumpulan partai-partai, perhimpunan pelajar, organisasi sosial dan lain-lain.
Salah satu tonggak sejarah perjuangan bangsa Indonesia, yang sekaligus sebagai tonggak demokrasi di Indonesia adalah dengan adanya Konggres Pemuda II. Musyawarah yang diterapkan dalam Konggres Pemuda II akhirnya dapat membuat suatu kesepakatan penting dan sekaligus menyatukan semua komponen pemuda Indonesia yang semula terpecah-pecah dalam organisasi kepemudaan yang bersifat kedaerahan, yaitu dengan lahirnya Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928.
Bukti lain bahwa bangsa Indonesia sudah melaksanakan kehidupan yang demokratis adalah sidang BPUPKI yang membahas rancangan dasar negara dan rancangan Undang-Undang Dasar secara bermusyawarah. Demikian pula pada saat disusunnya teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia , yang kemudian dibacakan oleh Ir. Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur No.56 Jakarta, merupakan wujud nyata dari pengambilan keputusan secara demokratis. Secara garis besar pelaksanaan demokrasi Indonesia yang dimulai sejak proklamasi kemerdekaaan dibedakan menjadi beberapa periode, yaitu:
a. Periode Berlakunya Demokrasi Liberal (1945-1959)
Pada masa ini, awal mulanya diterapkan demokrasi dengan system kabinet presidensial yaitu para menteri diangkat oleh presiden dan bertanggung jawab kepada presiden, sehingga yang berhak memberhentikannya adalah presiden. Namun setelah dikeluarkannya Maklumat Wakil Presiden No. X yang menyatakan BP KNIP menjadi sebuah lembaga yang berwenang sebagaimana lembaga negara, kemudian diperkuat dengan Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945 yang menyatakan diperbolehkannya pembentukan multipartai, serta Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945 yang menegaskan tanggung jawab adalah dalam tangan menteri. Lahirlah sistem pemerintahan parlementer yang pada prinsipnya menegaskan pertanggung jawaban menteri-menteri kepada parlemen. Pemberlakuan UUDS 1950 menegaskan berlakunya sistem parlementer dengan multipartai. Namun perkembangan partai-partai tidak dapat berlangsung lama karena koalisi yang dibangun sangat rapuh dan gampang pecah, sehingga mengakibatkan tidak stabilnya pemerintahan pada saat itu.
b. Periode Berlakunya Demokrasi Terpimpin (1959—1965)
Setelah keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka UUD 1945 dinyatakan berlaku kembali, dan berakhirnya pelaksanaan demokrasi liberal. Kemacetan politik yang terjadi pada masa itu dapat diselesaikan dengan menggunakan demokrasi terpimpin, di mana dominasi kepemimpinan yang kuat akan dapat mengendalikan kekuatan politik yang ada pada saat itu. Keadaan pada masa demokrasi terpimpin diwarnai oleh tarik menarik tiga kekuatan politik yang paling utama, yaitu Soekarno, Angkatan Darat, dan PKI. Adanya tarik ulur dalam kehidupan politik saat itu, memunculkan masalah-masalah besar yang menyimpang dari kehidupan demokrasi yang berdasarkan UUD 1945, yaitu:
1) Presiden diangkat sebagai presiden seumur hidup berdasarkan ketetapan MPRS No.lI1/1963.
2) Adanya perangkapan jabatan oleh beberapa orang, di mana seorang anggota kabinet dapat juga sekaligus menjadi anggota MPRS.
3) Keanggotaan MPRS dan lembaga negara lain tidak melalui proses demokrasi yang baik, karena dilakukan dengan cara menunjuk seseorang untuk menjadi anggota lembaga negara tertentu.
4) Pelaksanaan demokrasi terpimpin cenderung berpusat pada kekuasaan presiden yang melebihi apa yang ditentukan oleh UUD 1945, yaitu dengan keluarnya produk hukum yang setingkat undang-undang dalam bentuk penetapan presiden (Penpres). Misalnya Penpres No.2/1959 tentang pembentukan MPRS, Penpres No.3/1959 tentang DPAS dan Penpres No.3/1960 tentang DPRGR.
5) DPR basil Pemilu 1955 dibubarkan oleh Presiden karena RAPBN yang diajukan pemerintah tidak disetujui DPR, dan dibentuklah DPRGR tanpa melalui pemilu.
6) Terjadinya penyelewengan terhadap ideologi Pancasila dan UUD 1945, dengan berlakunya ajaran Nasakom (Nasionalisme, Agama, Komunis).
7) Terjadinya Pembrontakan Gerakan 30 September PKI (G 30 S/PKI) yang mengajarkan ideologi komunis.
c. Periode Berlakunya Demokrasi Pancasila (1965—1998)
Gerakan pembrontakan yang dilakukan oleh PKI merupakan puncak penyimpangan yang terjadi pada masa berlakunya demokrasi :erpimpin. Tetapi hal ini menjadi titik tolak bagi pengemban Surat Perintah 11 Maret, yaitu Soeharto untuk menuju puncak kepemimpinan nasional dengan dikeluarkannya ketetapan MPRS No.XXXIII/MPRS/1967 tanggal 12 Maret 1967 tentang Pengangkatan Soeharto menjadi Presiden Negara Republik Indonesia. Pada masa orde baru berlaku sistem demokrasi pancasila. Dikatakan demokrasi pancasila karena sistem demokrasi yang diterapkan didasarkan pada Pancasila, yang intinya adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakiln yang dijiwai sila pertama, kedua, ketiga dan menjiwai sila kelima. Pengertian demokrasi pancasila tersebut sesuai dengan Tap MPRS No. XXVII/MPRS/1968 tentang Pedoman Pelaksanaan Demokrasi Pancasila, di mana dalam ketetapan tersebut disebutkan istilah Demokrasi Pancasiia adalah sama dengan sila keempat dari Pancasila.
Ada beberapa fungsi Demokrasi Pancasila, yaitu:
1) menjamin adanya keikutsertaan rakyat dalam kehidupan bernegara;
2) menjamin tetap tegaknya negara Proklamasi 17 Agustus 1945;
3) menjamin tetap tegaknya negara kesatuan Republik Indonesia;
4) menjamin tetap tegaknya hukum yang bersumber pada Pancasila;
5) menjamin adanya hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antara lembaga-lembaga negara;
6) menjamin adanya pemerintahan yang bertanggung jawab.
Prinsip atau asas pelaksanaan Demokrasi Pancasila menurut pemerintahan orde baru ada tiga, yaitu:
1) menjunjung tinggi hak asasi manusia dan martabat manusia;
2) kekeluargaan dan gotong royong;
3) musyawarah mufakat.
Namun, demokrasi pancasila dalam era Orde Baru hanya sebatas keinginan yang belum pernah terwujud. Karena gagasan yang baik itu baru sampai taraf wacana belum diterapkan. Praktik kenegaraan dan pemerintahan pada rezim ini tidak memberikan ruang bagi kehidupan berdemokrasi. M. Ruslimengungkapkan ciri-ciri rezim orde haru sebagai berikut.
1) Adanya dominasi peranan ABRI dengan adanya Dwi Fungsi ABRI pada saat itu, yaitu disamping sebagai kekuatan pertahanan keamanan ABRI juga mempunyai peranan dalam bidang politik. Hal ini dapat dilihat dengan jatah kursi yang diberikan ABRI dalam MPR;
2) Adanya birokrasi dan sentralisasi dalam pengambilan keputusan politik;
3) Adanya pembatasan terhadap peran dan fungsi partai dalam pengambilan keputusan politik;
4) Adanya campur tangan pemerintah dalam berbagai urusan partai politik dan publik;
5) Adanya massa mengambang
6) Adanya monolitisasi ideologi negara; yaitu negara tidak membiarkan berkembangnya ideologi-ideologi lain;
7) Adanya inkorporasi; yaitu lembaga-lembaga non pemerintah diharapkan menyatu dengan pemerintah, padahal seharusnya sebagai alat kontrol bagi pemerintah.
Kepemimpinan pada masa Orde Baru bertumpu pada Soeharto sebagai presiden, ABRI, Golkar, dan birokrasi. Pengambilan kebijakan bidang ekonomi lebih ditonjolkan tetapi ruang kebebasan lebih dipersempit, sehingga pada pemerintahan orde baru nyaris tanpa kontrol masyarakat. Hal ini mengakibatkan kemajuan ekonomi digerogoti oleh korupsi,
nepotisme, dan kolusi.
d. Periode Berlakunya Demokrasi dalam Era Reformasi (1998 – Sekarang)
Runtuhnya Orde Baru ditandai dengan adanya krisis kepercayaan yang direspon oleh kelompok penekan (pressure group) dengan mengadakan berbagai macam demonstrasi yang dipelopori oleh mahasiswa, pelajar, LSM, politisi, maupun masyarakat. Runtuhnya kekuasaan rezim orde baru telah memberikan harapan baru bagi tumbuhnya demokrasi di Indonesia. Masa peralihan demokrasi ini merupakan masa yang sangat rumit dan kritis karena pada masa ini akan ditentukan kearah mana demokrasi akan dibangun. Keberhasilan dan kegagalan suatu transisi demokrasi sangat bergantung pada empat faktor, yaitu:
1) komposisi elite politik
2) desain institusi politik
3) kultur politik atau perubahan sikap terhadap politik dikalangan elite dan non elite politik
4) peran masyarakat madani.
Keempat faktor tersebut harus berjalan sinergis sebagai modal untuk mengkonsolidasikan demokrasi. Sedangkan Azyumardi Azramenyatakan langkah yang harus dilakukan dalam transisi Indonesia menuju demokrasi sekurang-kurangnya mencakup reformasi dalam tiga bidang besar, yaitu:
1) reformasi konstitusional (constitutional reform) yang menyangkut perumusan kembali falsafah, kerangka dasar, dan perangkat legal sistem politik.
2) reformasi kelembagaan (institutional reform and empowerment), yang menyangkut pengembangan dan pemberdayaan lembaga politik;
3) pengembangan kultur atau budaya politik (political culture) yang lebih demokratis.
Sedangkan dinamika demokrasi pada masa reformasi dapat dilihat berdasarkan aktifitas kenegaraan sebagai berikut.
1) Dikeluarkanya Undang-Undang No. 31 tahun 2002 tentang Partai Politik, memberikan ruang dan gerak lebih luas untuk mendirikan partai politik yang memungkinkan berkembangnya multipartai. Hal ini dapat dilihat dalam Undang-Undang No. 31 Tabun 2002 Pasal 2 ayat 1 yang menyatakan “partai politik didirikan dan dibentuk oleh sekurang-kurangnya 50 orang warga negara Indonesia yang telah berusia 21 tahun dengan akta notaris”.
2) Undang-Undang No.12 tahun 2003 tentang Pemilu memberikan kebebasan kepada warga negara untuk menggunakan hak pilihnya secara langsung untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota maupun DPD. Bahkan pemilihan presiden dan wakilnya juga dilaksanakan secara langsung.
3) Upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dari KKN, berwibawa dan bertanggung jawab dibuktikan dengan keluarnya ketetapan MPR No.IX/MPR/1998 dan ditindak lanjuti dengan Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang pembentukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan sebagainya.
4) Lembaga legislatif dan organisasi sosial politik sudah mempunyai keberanian untuk melakukan fungsi kontrol terhadap ekskutif, sehingga terjadi check and balance.
5) Lembaga tertinngi negara MPR berani mengambil langkah-langkah politik dengan adanya sidang tahunan dan menuntut kepada pemerintah dan lembaga negara lain untuk menyampaikan laporan kemajuan (progress report).
6) Adanya kebebasan media massa tanpa ada rasa takut untuk dicabut surat ijin penerbitannya.
7) Adanya pembatasan masa jabatan presiden, yaitu jabatan presiden paling lama adalah 2 periode masa kepemimpinan.
Mari kita mengenal demokrasi agar tidak salah dalam memaknai dan tidak berlebihan dalam memandang sebuah demokrasi (oleh Agus Suyoso, Guru PPKn SMPN 2 Tuban)
Tinggalkan Komentar