Mantap sekali...3 tahun berturut2 ada basis, basis, dan keibodist. Next year lahir lagi yg baru....terus bergerak maju...ukir prestasi๐๐๐
Oleh: Cak Sarib
Bulan Maret ini bertepatan Bulan Ramadan. Kita yang muslim indah menikmati puasa. Puasa tak sekadar tak makan dan tak minum. Lebih pula puasa bahasa.
Puasa bahasa berarti menahan perkataan tak baik. Menahan bahasa kata yang membuat orang lain tak aman. Sejatinya muslim memang berkewajiban menjadikan aman lingkungan sekelilingnya.
Puasa bahasa berarti juga menahan bahasa keluhan. Menahan bahasa gunjingan. Menahan bahasa bikin pertikaian.
Indah hidup tak bernah bertutur bahasa keluh kesah. Keluh kesah juga tak mengubah keadaan. Keluh kesah membuat diri sang pengeluh akan lebih bertambah susah. Puasa bahasa keluh kesah sesungguhnya membangun kesadaran untuk terus berterima kasih. Kata Tuhan kita: Bersyukurlah (tak berkeluh kesah), niscaya nikmat hidupmu Kutambah.”
Puasa bahasa tak menggunjing membangun rileks diri. Mengucap bahasa gunjing menjadikan penggunjing susah sendiri. Toh yang digunjing juga leha-leha saja. Maka, adab diam dan menutup aib sesama adalah buah puasa bahasa gunjing.
Puasa bahasa tak menyulut pertentangan tampaknya budaya paling pas untuk tata cara hidup damai. Mendinginkan keadaan adalah keterpujian. Sebaliknya, membesarkan masalah hingga timbul konflik di antara kita adalah kelelahan hidup dan kesia-siaan. Maka, puasa tak bicara adu domba adalah keharusan bagi kita semua agar dunia ini selalu indah kita huni.
Salam puasa. Salam menjaga kata. Diam bisa jadi lebih bahagia daripada berkata tak berguna. Terlebih bikin prahara. Hahaha. @
Tinggalkan Komentar